Selasa, 28 Oktober 2008

Sejarah alat musik pusaka legendaris

Di negeri-negeri sekitar Laut Tengah, seseorang bisa mendengar suara distinktif yang dapat merupakan instrumental atau vokal, nadanya sama-sama mempunyai kekuasaan emotif, luas tonal dan gerakan irama yang mirip secara luar biasa. Walaupun telinga yang terbiasa bisa mengenal keanekaragaman jenis gaya musikal, sebagaimana itu menerapkan diri pada logat-logat bahasa yang memeperbedakan tuturan sebuah kosakata dari satu negeri ke yang lain, bunyinya tidak ayal lagi berasal dari musik yang memiliki asal-muasal sama.

Musik ini mempunyai cikal-bakal yang amat sangat heterogen dan merentang banyak kultur berpusparagam seperti Moritsko-Arab yang memerintah jazirah Iberia selama berabad-abad, musisi-musisi Arab mewarisi banyak kesugihan budaya dari tamaddun sediakala Mesir, Yunani, Romawi, Asiria, Sumeria dan India. Sejumlah besar instrumen musik yang kini dimanfaatkan adalah keturunan langsung dari apa yang diperlihatkan pada lukisan-lukisan dan ukiran dinding peradaban luhur ini.

Ragam alat-alat yang dipergunakan sangat berhutang pada mutu tersendiri musik Ibero-Moritsko. Sekuno dan setradisional musiknya sendiri, bentuk aktual instrumen ini secara pokok berkembang dari abad kedelapan hingga kesepuluh M., tatkala puncak kreatif peradaban Islam klasik yang dikenal sebagai zaman emas.
Istilah bahasa Inggris lute (kecapi) yang diasalkan dari laud bahasa Spanyol, perkataan aslinya memancar dari al’ud bahasa Spanyol yang kalau tertulis mengartikan ‘cabang kayu’. 'Ud’ sekadar mempunyai empat tali antar abad ke-delapan dan ke-sepuluh, seorang pementas bernama Zitab dari Andalusia menambah tali ke-lima dan ke-enam pada abad XV. ‘Ud' itu terbentuk bagaikan persetengahan buah pear dengan leher yang bergerat pendek dan merupakan aliran enam – alat bertali dua yang dimainkan dengan plektrum – seringkali bulu elang rapi – menghasilkan suara mendalam dan murung yang disebutkan virtuoso seluruh Timur tengah sebagai ‘Raja segala instrumen musik’.
Sebuah tambur bertangan kecil, tablah juga dikenal sebagai durbakke. Ini salah satu alat denyut yang paling lazim dimainkan dan dibuat dari membranophone kulit ikan atau kambing tergeliat atas gendang yang punya bentuk leher lebar. Umumnya dipabrikasi dari tembikar atau logam, itu diletakkan di bawah lengan kiri atau antar betis dan dicantumkan di tengah guna akibatkan pukulan kuat , dan pada sisinya untuk sebat tajam yang menyela.
Qanun itu keturunan kecapi purba Mesir dan telah memainkan peran integral dalam musik Arab sedari abad ke-sepuluh. Sejenis dulsimer, nama Arabnya berarti ‘kekuasaan hukum’.

Qanun diperkenalkan di Eropa sampai pada abad ke-dua belas, jadi diketahui semasa abad ke-14 hingga abad ke-16 sebagai alat zabur atau zitara. Ujud qanun terdiri dari sebuah papan datar yang berbentuk segi empat sembarang bagian atasnya terdapat 81 tali regang dalam tiga gugus dengan 24 tali treble terdiri dari tiga tali untuk setiap nota. Instrumen itu diletakkan datar pada lutut atau meja musisi; Tali dipetik jari atau dengan dua plektra, sebuah plektrum tergabung pada jari telunjuk masing-masing tangan. Lebih dari alat musik lain yang manapun dalam musik Arab, qanun cocok sama penampilan virtuositas (kepandaian luar biasa), pelaksanaan fioriture dan skala cepat.
Menarik, instrumen tradisional Arab ini, tidak hadir pada orkes Rahbani , sudah diganti oleh piano yang kurang ruwat, sendirinya hasil kecapi, alat musik yang menukar plektra zitara dengan palu-palu.
Istilah nay dari bahasa Parsi digunakan untuk menggambarkan pipa buluh tunggal yang desainnya paling polos, asal-usulnya kembali pada tamaddun Sumeria.

Nay adalah nama generik Arab untuk alat-alat buluh lugas ujung terbuka yang lazimnya mempunyai enam lubang di hadapan muka agar dimainkan jari dan 1 lubang di bawah ibu jari. Nada-nada halus, sayu dihasilkan oleh tiupan enteng atas mulut tube sembari menindak jari dan ibu jari; Dengan hembusan bertenaga yang kurang lebih cukup, suara-suara dibuat pada oktave setingkat lebih tinggi atau ke bawah, dan irama-irama berskala beda dapat dimainkan sambil memanfaatkan nay-nay yang panjangnya bervariasi. Kendatipun sangat bersahaja, nay itu luar biasa dapat beradaptasi dengan baik. Warna suara poetis membuatnya terutama sesuai pada efek-efek murung yang mengekspresi baik rasa sukacita dan kerinduan.
Mijwiz, yang menurut sastra berarti ‘ganda’ dalam bahasa Arab, yaitu semacam klarinet buluh ganda yang populer di Siria, Libanon dan Palestina. Di Afrika Utara kesamaannya dikenal sebagai maqrum. Itu dimainkan seraya mengeluarkan pernapasan ringan melalui celah bundar pada ujung dan melakukan gerak-gerik jari atas lubang di bawah bagian depan pipa, guna menghasilkan irama-irama tertentu.

Di tangan seorang pementas terampil, suara hasil mijwiz dapat baik mencerminkan pertukaran musikal antar dua keadaan hati.

Mirip sama mijwiz yakni minjayrah, suling buluh kecil yang ujungnya terbuka dimainkan dengan cara sedemikian rupa, populer antar penghuni desa pegunungan di Libanon.
Kosakata buzuq berasal dari bahasa Turki dan timbul pada ‘bashi-buzuq’, nama yang diberi pada serdadu Ottoman, sesuai dengan apa yang ditulis berarti ‘kepala terbakar’ atau ‘terbantun’.

Buzuq, yang merupakan alat esensial répertoire (persediaan lakon), adalah instrumen hybrida (campuran) yang tidak dikelompokkan antara alat klasik musik Arab dan juga tidak untuk yang dari musik Turki. Namun, instrumen ini boleh dianggap sebagai saudara bernuansa lebih mendalam ketimbang saz Turki, sebagaimana dapat dibanding demikian rupa seperti viola pada violin dalam musik Barat. Sebelum para Rahbani mempopulerkan pemakaian alat musik ini, buzuq telah dihubungkan dengan musik gitan Libanon dan Siria.

Instrumen tali gerat yang berleher panjang, buzuq Diperlengkapi 2 tali logam yang dimainkan plektrum, menghasilkan gema metalis akan tetapi berlirik.
Juga diketahui sebagai rikk, daff itu nama sebuah Arab instrumen populer yang sederajat dengan pemukul tambur Inggris. Terdiri atas bingkai bulat, terlingkup pada satu sisi dengan kulit kambing atau ikan. Pasang-pasang diskus logam ditaruh dalam bingkai agar hasilkan gemerencing ketika dipukul pakai tangan. Bunyi alat sebat ini menyetel irama sebagian banyak musik Arab, terutama pertunjukkan hasil-hasil karya klasik.